DOWNLOAD ARTIKEL INI
Remaja adalah makhluk yang unik bahkan tidak mudah dimengerti baik oleh diri mereka sendiri maupun orang lain. Pada masa remaja inilah seseorang mengalami perkembangan yang dapat dikatakan “revolusioner” yang tidak saja terjadi secara fisik tetapi juga secara emosional. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa kedewasaan.[1] Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa "pancaroba" keadaan remaja penuh energi, selalu ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang, mudah terombang-ambing, mudah terpengaruh, nekat dan berani, emosi tinggi, selalu ingin coba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah mereka merupakan kelompok yang paling rawan berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. Pengetahuan remaja mengenai bahaya narkoba ini hanyalah merupakan salah satu segi yang perlu disampaikan agar mereka sadar akan dampaknya terhadap kesehatannya bahkan ancaman terhadap kehidupannya.
Pada masa inilah remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat yang membentuk ciri utama, yaitu mereka merasa sudah bukan anak kecil lagi akan tetapi sesungguhnya mereka belum dewasa baik secara mental, emosional maupun spiritual. Kemampuan intelektual yang berkembang pesat menimbulkan rasa ingin tahu mereka yang besar sekali termasuk ingin mencoba-coba Narkotika dan Seks. Keinginan mencoba-coba Narkotika atau Seks ternyata menyangkut keinginan yang berhubungan dengan keadaan remaja yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, mental-intelektual dan interpersonal. Sebagian besar remaja memiliki rasa ingin tahu terhadap narkotika dan seksualitas. Akan tetapi sebagian kecil remaja ada yang tidak tertarik kepada terhadap narkotika dan seksualias. Sebagian besar remaja yang memiliki rasa ingin tahunya terhadap narkotika dan seksualitas memiliki tingkat pencapaian tugas perkembangan yang tinggi.[2] Jika perilaku para remaja terarah dengan baik pada hal-hal yang positif tentu akan menghasilkan prestasi sebagai tumpuan masa depan, tetapi jika sebaliknya akan menghasilkan perilaku negatif diantaranya kenakalan remaja, tindak kejahatan, seperti sex bebas, tawuran, berbohong, membolos, kabur dari rumah, malas, mencuri, melanggar aturan, merusak, melawan orang tua, suka mengancam dan berkelahi yang merugikan dirinya sendiri menjadi sampah masyarakat disekitarnya. Padahal persaingan hidup makin berat karena ribuan generasi muda banyak berstatus sebagai pelajar dan setiap hari semakin meningkat. Keadaan ini akan membuat persaingan hidup semakin ketat dan sulit. Oleh karena itu, kenakalan remaja perlu dicegah dan ditanggulangi. Diantara faktor besar yang merusak generasi muda adalah narkotika oleh karena itu kita harus memahami seluk beluk narkoba, penyalahgunaannya dan sebab-sebabnya.
NAPZA ialah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif, bahasa lainnya adalah NARKOBA yang merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat Berbahaya.[3] Masyarakat sudah banyak mendengar kata-kata ini dan telah menjadi ancaman di depan mata. Narkotika merupakan ancaman bagi kaum remaja. Mengapa? Karena remaja berusia 15-16 tahun sedang mengalami perkembangan fisik, psikologi maupun sosial yang dapat merupakan pencetus remaja mencoba, menggunakan bahkan kecanduan narkoba. Worid Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2011 terdapat 250 juta jiwa penduduk di dunia yang mengkonsumsi narkoba. Sebagian besar merupakan generasi muda. Fakta lainnya, Bencana narkoba selalu mengintai dan telah mencengkeram kuat generasi muda Indonesia. Survey yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan sekitar 4,57% atau sebanyak 921 695 pelajar dan mahasiswa terlibat narkoba pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan pada satu kelas sekolah atau kampus terdapat 2-5 Remaja sebagai pengguna narkoba. Problematika kenakalan remaja tetap menjadi persoalan yang aktual dan telah banyak melanda di kota-kota besar akan tetapi sudah jelas hal ini telah melanggar norma hukum, norma agama dan norma masyarakat.[4]
Beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba, yaitu Pertama, Mencari Pengalaman yang Menyenangkan. Di masa remaja, orang-orang cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar karena di masa itu hormon sangat berkembang dengan cepat. Selain itu, rasa ingin bersenang-senang dengan hal yang baru pun menimbulkan seorang remaja memakai narkoba. Kedua, Mengatasi Stress. Beberapa kalangan remaja yang terkena tekanan baik dari sekolah, rumah, pacar teman atau hal-hal lainnya yang melampiaskannya melalui narkoba untuk menghilangkan stress. Sesungguhnya, hal yang mereka lakukan merupakan hal yang salah. Karena hal itu tidaklah menyelesaikan masalah namun menimbulkan masalah baru. Ketiga, Menanggapi Pengaruh Sosial. Terkadang seorang remaja memakai narkoba dengan alasan agar dihargai oleh teman-temannya supaya tidak disebut pengecut, penakut, pecundang dan lain-lainnya. Sebagai manusia yang beragama islam memakai narkoba itu hukumnya haram, sejak Musyawarah Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) 10 Pebruari 1978 telah menyampaikan fatwa yang ditandatangani oleh KH Syukri Ghazali (Ketua Komisi Fatwa MUI) dan H. Amirudin Siregar (Sekretaris Komisi Fatwa MUI).[5] Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terhormat, layak dan mampu mengemban amanah setelah terlebih dahulu melalui seleksi diantara makhluk Tuhan lainnya, sebagaimana Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit dan bumi serta gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”[6].
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba diantaranya pertama, faktor intern anak yaitu mental, frustasi dan kegegalan. Kedua, lingkungan pergaulan yaitu kurangnya keharmonisan dengan hubungan orangtua, budaya dan teman-teman. Ketiga, tempat pendidikan yaitu proses kegiatan belajar yang tidak menarik atau efektif, sekolah yang tidak disiplin dan kurangnya kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah.
Walaupun banyak sekolah sebagai tempat pendidikan para remaja akan tetapi kenakalan remaja masih sering terjadi karena pendidikan yang diselenggarakan belum bermutu. Saat ini banyak sekolah-sekolah yang berdiri, namun belum menjamin apakah sekolah tersebut berstandar mutu pendidikan atau tidak. Dampak lain akibat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia dapat dilihat dari Human Development Indeks (HDI) Indonesia sebagaimana laporan United Nations Development Programme(UNDP), Human Development Indeks (HDI) pada tahun 2007 dari 177 negara yang dipublikasikan HDI Indonesia berada pada urutan ke-107 dengan indeks 0,728 hingga menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN di bawah Vietnam dan di atas Kamboja dan Myanmar. Berdasarkan data yang ada terbukti bahwa kualitas pendidikan Indonesia berada pada titik terendah. Rendahnya kualitas pendidikan di tanah air antara lain tidak terlepas dari rendahnya kualitas sarana fisik. Banyak gedung-gedung sekolah rusak, penggunaan media belajar yang rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, laboratorium tidak standar serta pemakaian teknologi informasi yang tidak memadai. Demikian pula kualitas guru rendah yang ditandai belum memiliki profesionalisme memadai.
Salah satu upaya mencegah kenakalan remaja adalah peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Mutu pendidikan merupakan masalah pokok yang akan mendukung keberhasilan masa remaja di masa yang akan datang. Pendidikan yang bermutu diharapkan mampu memberikan kesibukan yang positif kepada para remaja sehingga mereka sibuk dengan kegiatan positif dan terhindar dari penyalahgunaan narkoba dan kenakalan yang lain. Pelajar adalah pelanggan utama dan jika model pembelajaran tidak memenuhi kebutuhan individu masing-masing mereka, maka itu berarti institusi tersebut tidak dapat mengklaim bahwa ia telah mencapai mutu terpadu dan menegaskan bahwa institusi harus memberikan beberapa model pengajaran dan pembelajaran terhadap para pelajar sehingga mereka memiliki kesempatan untuk meraih sukses secara maksimal[7]. Ukuran mutu menurut kriteria mutu Baldrige berfokus pada 7 area topik yang secara integral dan dinamis saling berhubungan, yaitu leadership, information and analysis, strategic quality planning, human resource management, quality assurance product of product and services, quality result and customer satisfaction.[8]
Dengan penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, maka tidak akan terjadi lulusan yang tidak diterima di masyarakat. Semua lulusan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang sesuai dengan keinginannya, dapat menciptakan pekerjaan sendiri serta dapat memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidupnya. Jika semua lembaga pendidikan atau sekolah telah mampu menyelenggaragan pendidikan seperti demikian hasilnya, maka akan terjadi stabilitas nasional baik dalam bidang ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.[9]
Kenakalan remaja diakibatkan oleh kegagalan pendidikan karakter. Oleh karena itu, tidak hanya memperbaiki sistem pendidikan saja namun juga memperbaiki pendidikan karakter. Kegagalan pendidikan karakter mengakibatkan kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba bahkan di masa mendatang menyebabkan korupsi, manipulasi dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebenarnya kita telah terlambat dalam menerapkan pendidikan karakter ini. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Masih banyak generasi muda kita yang duduk di bangku sekolah dan butuh pendidikan karakter agar di masa depannya dia menjadi orang yang tidak hanya cerdas secara intelek tapi juga karakter. Dunia pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh ini untuk mengedukasi bangsa kita sehingga manusia Indonesia lebih berkarakter dan bermartabat serta mulia. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata[10].
Upaya memperbaiki mutu pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang
secara khusus remaja dilibatkan dalam kegiatan yang positif. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Bagaimana hubungan antara guru dengan murid di sekolah? Hubungan guru dengan murid harus akrab, bersahabat sebagai teman dan sumber ilmu bagi para murid. Guru berfungsi sebagai panutan sehingga para siswa menjadikan model para guru untuk kehidupannya. Seorang pendidik juga harus menjadi model, sekaligus mentor dari peserta didik dalam mewujudkan nilai-nilai moral pada kehidupan di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan untuk para guru harus dilakukan terutama dalam pendidikan karakter. Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerja pada tingkat institusional, intruksional dan eksperiensial[11]. Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah, guru melakukan tugas-tugas kinerja pendidikan dalam bimbingan, pengajaran dan latihan. Semua kegiatan itu sangat terkait dengan upaya pengembangan para peserta didik melalui keteladanan, penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif, membimbing, mengajar dan melatih peserta didik. Dengan pengembangan dan tuntunan yang berkembang dewasa ini, peran-peran guru mengalami perluasan yaitu sebagai pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk mencapai hasil pembelajaran optimal. Sebagai konselor, guru menciptakan satu situasi interaksi dimana peserta didik melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dengan memperhatikan kondisi setiap peserta didik dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru mengelola keseluruhan kegiatan pembelajaran dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar melalui interaksinya dengan peserta didik. Sebagai pemimpin, guru menjadi seseorang yang menggerakkan peserta didik dan orang lain untuk mewujudkan perilaku pembelajaran yang efektif. Sebagai pembelajar, guru secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru secara kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugasnya[12]. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan, guru merupakan unsur strategis sebagai anggota, agen dan pendidik masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, guru berperan sebagai teladan bagi masyarakat. Sebagi agen masyarakat, guru berperan sebagai mediator (penengah) antara masyarakat dengan dunia pendidikan khusunya di sekolah. Dalam kaitan ini, guru akan membawa dan mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolah ke dalam kehidupan di masyarakat dan juga membawa kehidupan di masyarakat ke sekolah. Selanjutnya sebagai pendidik masyarakat, bersama unsur masyarakat lainnya guru berperan mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapat menunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu. Penampilan seorang guru dalam berbagai situasi dan kondisi pada dasarnya merupakan cerminan dari kualitas kepribadiannya sebagai keseluruhan perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif membentuk keunikan dalam interaksi dengan lingkungan. Sebagai suatu yang khas, maka tidak ada dua orang individu yang akan berkepribadian sama disebabkan karena keunikan masing-masing dalam pembawann, lingkungan dan proses perkembangan. Dalam lingkup pendidikan, penampilan guru merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan kinerja profesional secara tepat dan efektif. Dengan demikia sifat utama seorang guru sebagai pendidik ialah kemampuannya dalam mewujudkan penampilan kualitas kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan pendidikan agar kebutuhan dan tujuan dapat tercapai secara efektif. Dengan kata lain, seorang guru hendaknya memiliki kompetensi kinerja yang mantap berupa seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam dirinya agar dapat mewujudkan kinerja secara tepat dan efektif.
Menurut Dra. Nurul Zuriah[13], pendekatan pendidikan karakter dalam konteks perseklahan digunakan 2 pendekatan utama yaitu penyisipan dan perbaikan dengan cara mengoptimalkan isi, proses dan pengelolaan pendidikan saat ini guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Sementara itu menurut draf kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mata pelajaran karakter untuk SD, SMP dan SMA (puskur, 2001: 7-8) disebutkan bahwa: dalam rangka meningkatkan keberhasilan peserta didik untuk membentuk mental, moral, personal dan sosial, maka pendekatan pendidikan karakter dapat digunakan berbagai pendekatan dengan memilih pendekatan yang terbaik dan saling mengaitkannya satu sama lain agar menimbulkan hasil yang optimal. Pendekatan yang dimaksud antara lain:
a. Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach)
Pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang digunakan pada pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan posif dan negatif, simulasi dan bermain peran.
b. Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral Development Approach)
Pendekatan ini menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi masalah moral sehingga peserta didik dapat membuat keputusan tentang pendapat moralnya. Mereka akan menggambarkan tingkat yang lebih tinggi dalam pemikiran moral, yaitu takut hukuman, melayani kehendak sendiri, menuruti peranan yang diharapkan, menuruti dan menaati otoritas, berbuat untuk kebaikan orang banyak, bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang universal. Cara yang dapat dilakukan dalam pendekatan ini antara lain melakukan diskusi kelompok dengan topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang abstrak (hipotetikal).
c. Pendekatan Analisis Nilai (Value Analysisi Approach)
Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Selain itu, peserta didik dalam menggunakan proses berpikir rasional dan analitik dapat menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, antara lain diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisi terhadap kasus, debat dan penelitian.
d. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Vlue Clarification Approach)
Pendekatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu, pendekatan ini juga membantu peserta didik untuk mampu mengomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan kemampuan berfikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini, antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktivitas, yang mengembangkan sensitivitas, kegatan di luar kelas, dan diskusi kelompok.
e. Pendekatan Pembellajaran Berbuat (Action Learning Approach)
Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi nilai. Selain itu, pendekatan ini dimaksud untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai mahluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, selain cara- cara pada pendekatan analisis dan klarifikasi nilai, adalah metode proyek atau kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi, praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi.
Di sisi lain, pendidikan informal di keluarga harus diperbaiki dengan membangun wilayah tanggung jawab dalam kehidupan keluarga diantaranya kasih sayang, perhatian dan ketegasan. Remaja yang dibesarkan di dalam keluarga yang terdidik cenderung tumbuh menjadi remaja yang baik dan terhindar dari penyalahgunaan narkoba.[14] Menurut Dr. Syamsu Yusuf,[15] “Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang,dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungn antara anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, ataugap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.”
Pendidikan di lingkungan masyarakat dengan organisasi-organisasi remaja seperti : karangtaruna, organisasi masif atau organisasi-organisasi lainnya yang positif membangun karakter para remaja harus mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Kenakalan remaja bisa diakibatkan karena berbagai faktor diantaranya masalah keluarga, masalah pribadi dan masalah sekolah yang tidak berkualitas. Kenakalan remaja bisa berbentuk penggunaan narkotika, seks bebas, tawuran dan perilaku-perilaku lainnya yang menyimpang. Sekolah yang tidak berkualitas mendukung terjadinya kenakalan remaja. Oleh karena itu, perlu memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa upaya menanggulangi kenakalan remaja diantaranya seperti kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah, terjaganya hubungan antara guru dengan murid, membangun wilayah tanggung jawab dalam kehidupan keluarga, aktif di berbagai organisasi-organisasi di sekitarnya. Yang menjadi sentral perbaikan adalah pendidikan karakter para remaja. Pendidikan karakter perlu kerjasama dengan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Guru memiliki peranan yang sangat penting untuk pendidikan karakter di sekolah. Oleh karena itu, guru harus professional dan memiliki dasar-dasar islam yang kuat. Strategi pendidikan karakter di sekolah digunakan 2 pendekatan yaitu penyisipan dan perbaikan dengan cara mengoptimalkan isi, proses dan pengelolaan pendidikan saat ini guna mencapai tujuan pendidikan nasional.
Daftar Pustaka
Al-Qur’annul Karim
Sudarwan Danim. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Indrawan. 2001. Kiat Ampuh Menangkal Narkoba. Bandung: Pionir Jaya.
Chapman Garry. 2007. 5 Bahasa Cinta Menghadapi Remaja. Yogyakarta: Quills
Book Publisher Indonesia.
Yusuf Syamsu, LN. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kalidjernih, Freddy K. 2010. Penulisan Akademik. Bandung: Widya Aksara Press.
Santrok, J. W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Utomo, Budi. 2011. Makalah Pendidikan Guru Berbasis Nilai-Nilai Islami Dalam
Rangka Mewujudkan Lembaga Pendidikan Sebagai Pusat Pembudayaan
dan Membentuk Karakter Bangsa. Bandung. Pascasarjana UPI.
Darajat, Zakiah. 1984. Memahami Persoalan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang
Hunt, Daniel V. 1993. Managing for Quality. Illionis : Business one Irwin
Homewood
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan
Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosyda Karya
[1] Chapman Garry. 2007. 5 Bahasa Cinta Menghadapi Remaja. Yogyakarta: Quills Book Publisher Indonesia. Hal. 3
[2] [2] Yusuf syamsu, LN. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 76
[3] Indrawan. 2001. Kiat Ampuh Menangkal Narkoba. Bandung: Pionir Jaya. Hal. 13
[4] (http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/03/01/lingkungan-remaja-narkoba-dampak-dan-pencegahannya/)
[6] QS: Al Ahzab ayat 72
[7] Salis, Edward. 2006. Total Quality Management in Education. Yogyakarta : IRCiSOD. hal. 53
[8] Hunt, Daniel V., Managing for Quality, Illionis : Business one Irwin Homewood, 1993, hal. 178
[9] Ariani, Dorothea Wahyu. 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya. hal. 35.
[10] Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta
[11] Utomo, Budi.2011. makalah Pendidikan Guru Berbasis Nilai-Nilai Islami Dalam Rangka Mewujudkan Lembaga Pendidikan Sebagai Pusat Pembudayaan dan Membentuk Karakter Bangsa. Bandung. hal. 7
[12] Utomo, Budi. Ibid. hal. 8
[13] Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 74
[14] Chapman Garry. Op.cit. hal. 245
[15] Yusuf, Syamsu, LN. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 38
Tidak ada komentar: