PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Oleh : Dr. Ir. Widodo Hariyono, A.Md., M.Kes
Pendahuluan
Bencana kebakaran dapat terjadi dalam keadaan yang tidak pernah diduga sebelumnya, walaupun adapula yang dapat dideteksi tanda-tandanya. Terjadinya kebakaran tidak memandang ruang dan waktu, artinya tidak melihat tempatnya dimana dan saatnya kapan. Tidak hanya manusianya saja yang menjadi korban, bahkan berbagai peralatan, bahan, dan fasilitas pun akan mengalami kehancuran. Pembicaraan mengenai bahaya kebakaran tidak terlepas dari persoalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), khususnya di dalam industri, baik industri barang maupun jasa. Bahaya kebakaran dapat disebut sebagai bahaya utama di dalam industri, sebab tingkat kerusakan dan dampaknya sangat begitu besar dan luas.
Upaya-upaya dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran, baik langsung maupun tidak langsung dan dalam skala besar atau kecil, akan melibatkan berbagai pihak dengan kesiapan dan kewaspadaan, serta dengan berbagai prosedur yang ditetapkan oleh pimpnan industri. Kesiapan tindakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran akan sangat tergantung pada sistem proteksi yang handal, kewaspadaan yang tinggi, dan kecakapan atau ketrampilan yang memadai pada setiap orang atau kelompok tugas personilnya.
Definisi dan Istilah
Berikut disampaikan beberapa definisi dan pengertian yang berhubungan dengan bencana kebakaran, dengan maksud untuk memperjelas ruang lingkup pembicaraan tentang bencana kebakaran dan kesiapan penanggulangannya.
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau oleh keduanya, yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
2. Kebakaran adalah suatu bencana atau musibah yang ditimbulkan oleh api yang tidak diharapkan, sukar dikuasai dan merugikan, baik berupa jiwa manusia maupun harta benda.
3. Pencegahan kebakaran adalah sgala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk meniadakan sebagian atau seluruh faktor penyebab bencana kebakaran yang dapat terjadi.
4. Penanggulangan kebakaran adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan sebagai kegiatan pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekomendasi, baik sebelum, pada saat, dan setelah bencana kebakaran terjadi, maupun menghindarkan dari kemungkinan bencana kebakaran yang dapat terjadi. Atau, usaha atau tindakan yang dilakukan, baik sebelum, sewaktu, dan sesudah bencana kebakaran terjadi.
5. Daerah kebakaran adalah suatu daerah yang terancam bahaya kebakaran berjarak 50 (lima puluh) meter dari titik api kebakaran terakhir.
6. Daerah bahaya kebakaran adalah suatu daerah yang terancam bahaya kebakaran berjarak 25 (dua puluh lima) meter dari titik api kebakaran terakhir.
7. Titik nyala adalah suhu terendah, dimana suatu zat atau bahan bakar cukup mengeluarkan uap dan menyala bila dikenai sumber panas yang cukup (menyala sekejap)
8. Titik bakar adalah suhu terendah dimana suatu zat atau bahan bakar cukup mengeluarkan uap dan terbakar bila dikenai sumber panas yang cukup (menyala terus – menerus)
9. Suhu bakar adalah temperatur terendah dari suatu bahan dimana proses pembakaran tetap berlangsung walaupun sumber api telah disingkirkan.
___________________
1 Makalah “Pelatihan K3”
2 Peserta Program Doktor (S-3) Bidang K3, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada
2
Unsur-unsur Penyebab Kebakaran
Unsur-unsur yang menyebabkan timbulnya api terdiri dari 3 (tiga) unsur, yang biasa disebut sebagai segitiga api (the triangle of fire), yaitu:
1. Bahan bakar, yaitu semua jenis bahan yang mudah terbakar. Dilihat dari wujudnya, bahan bakar dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: (a) Bahan bakar padat; seperti arang, kayu, kertas, dan kain. (b) Bahan bakar cair, seperti minyak tanah, bensin, dan spiritus. (c) Bahan bakar gas, seperti elpiji dan acetylene.
2. Oksigen. Udara di sekitar kita mengandung 21% gas oksigen, 76% gas nitrogen, 1% gas argon, dan 2% gas-gas lain dalam jumlah kecil. Dalam keadaan normal, bahan bakar mudah bergabung dengan oksigen, dan tergantung ada tidaknya panas sebagai penyalaan.
3. Panas. Suhu suatu benda akan naik oleh panas. Proses oksidasi juga terjadi lebih cepat.
Sebelum terbakar, bahan bakar harus membentuk uap lebih dahulu dan bercampur dengan oksigen. Panas harus memberikan panas yang cukup bagi uap bahan bakar agar dapat terbakar.
Selain kebakaran, peledakan juga termasuk bagian dari peristiwa kebakaran. Ledakan adalah pembakaran yang berlangsung secara cepat di dalam ruang tertutup dan menghasilkan suara keras. Penyebab terjadinya ledakan adalah: (1) Adanya uap mudah terbakar dan oksigen dengan konsentrasi yang cukup. (2) kedua unsur tersebut berada dalam ruang yang tertutup. (3) Adanya sumber api atau penyulut api. Contoh ledakan antara lain ledakan tabung elpiji yang dikenai pemanasan, ledakan dalam ruang bakar pada mesin bensin (jenis ini memang sengaja ditimbulkan untuk mendapatkan tenaga gerak)
Sumber panas ( dalam unsur segitiga api) dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu: (1) Mekanis. (2) Elektris. (3) Panas. (4) Kimia. Dalam hal penyebab kebakaran, menurut Von Schwartz (seorang ahli Fisika), terdapat 11 (sebelas) macam penyebab kebakaran, yaitu: (1) Kontak langsung dengan bahan yang sedang terbakar, (2) Pemakaian panas untuk waktu yang lama. (3) Panas atau terbakar spontan. (4) Ledakan atau penjalaran cepat. (5) petir. (6) Debu yang dapat meledak. (7) Bunga api atau listrik. (8) Reaksi Kimia. (9) Gesekan, tekanan, kejutan, atau goncangan, (10) Sinar yang terfokus, (11) Listrik statis.
Media Pemadaman Kebakaran
Media pemadam adalah bahan yang dapat dipakai untuk memadamkan kebakaran. Seperti halnya bahan bakar, media pemadam kebakaran juga dikelompokkan dalam 3 (tiga) bentuk menurut wujudnya, yaitu: (1) padat, seperti pasir, tanah, dan tepung kimia. (2) cair, seperti air dan busa. (3) gas, seperti gas asam arang atau CO2 dan gas lemah atau N2 . di bawah ini disebutkan rincian media pemadam dan kelas kebakarannya.Sarana Pemadam Kebakaran
Sarana pemadam kebakaran adalah alat yang telah dipersiapkan untuk memadamkan kebakaran. Sarana tersebut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: (1) Alat Pemadam Api Ringan, disingkat APAR. (2) pemadam api bergerak, yaitu mobil pemdam kebakaran. (3) sistem pemadam api tetap, yaitu hydrant box dan hydrant pillar. Pada APAR terdapat persyaratan dalam penempatannya, sehingga akan membantu dalam penggunaannya secara cepat. Persyaratan penempatannya adalah:
1. Tempatkan APAR pada tempat yang dapat cepat diambil jika terjadi kebakaran. Letakkan dekat pintu atau tangga darurat.
2. Tempatkan APAR pada lokasi yang akan dilindungi.
3. APAR mudah dilihat dari jauh oleh orang yang lewat. Buang benda yang menghalangi pandangan kepada APAR. Warna APAR yang menyolok juga membantu mempercepat menemukan APAR.
4. Usahakan kondisi sekitar tidak bersifat merusak, sehingga APAR dapat tahan lama. Adanya tetesan air, terkena hujan, debu, suhu panas, merusak kondisi yang tidak menguntungkan. Masukkan APAR kedalam kotak untuk melindungi dari kondisi buruk tersebut. Kotak dibuat dari bahan tembus pandang, dan aman bila kotak dipecah. Kotak biasanya terbuat dari bahan mika. Terhadap pengaruh getaran, APAR masih cukup tahan.
5. Apabila lokasi yang dilindungi cukup luas, tempatkan APAR secara merata.
6. APAR dapat dipasang pada dinding atau tiang dengan ketentuan setinggi 120 cm dari puncak APAR ke lantai, atau setinggi 150 cm dari alas APAR ke lantai.
Pemeliharaan APAR sangat penting untuk dilakukan secara teratur, khususnya jenis tepung (powder) yang cepat sekali mengendap. Pemeliharaan yang periodic dan sesuai aturan akan membuat APAR awet dan senantiasa siap untuk digunakan. Direkomendasikan agar melakukan penggerakan (moving) pada APAR ini setiap 2 (dua) pekan sekali agar awet.
Untuk peralatan pemadam api jenis hidran, baik hidran jenis kotak yang menempel di dinding (hydrant box) maupun hidran jenis tiang yang berada di halaman atau di area luar bangunan (hydrant pillar), penggunaannya adalah dengan menggunakan selang beserta noselnya yang dapat disambung panjangnya, disesuaikan dengan jarak semprot pada area yang terbakar. Penggunaannya harus melibatkan banyak orang, karena daya pancar air dan peralatannya yang cukup berat ketika dioperasikan. Hidran sangat tergantung denganpersediaan air yang ada di dalam sumur bawah tanah atau tendon air tertentu. Namun, penggunaan hidran ini dilakukan setelah pemadaman api dengan peralatan jenis APAR telah tidak memadai lagi, sehingga api telah membesar dan tidak dapat dikuasai. Harap diperhatikan, agar telah dipastikan jaringan listrik di tempat kebakaran telah tidak berfungsi, sebab dapat terjadi bahaya sengatan listrik yang ditimbulkan oleh semprotan air dari hidran.
Sistem pemadam api tetap sering disebut sebagai sistem pemancar air atau water sprinkler system. Dengan mekanisme penyemprotan air secara otomatis, dengan indikator suhu panas yang melampaui derajat tertentu. Sistem ini dipakai untuk gedung tinggi, tempat berbahaya, tempat dengan investasi mahal, tempat bersejarah, daerah perdagangan, perkantoran, bank, pertokoan, tempat hiburan tertutup, pabrik, gudang, kapal, dan lain-lain. Untuk rumah sakit, hanya tempat-tempat tertentu saja yang direkomendasikan untuk dapat dipasang system ini, misalnya sepanjang koridor dan lintasan di bangsal rawat inap.
Sistem Peringatan Kebakaran
System peringatan kebakaran (fire alarm system) adalah perangkat elektronik yang dapat memberikan tanda bahaya ketika terjadi kebakaran. Bangunan yang dipasangi peralatan ini relative lebih aman bagi penghuninya, terutama pada malam hari atau ketika ditinggal penghuninya. System peringatan kebakaran dapat digabung dengan system pemadam api tetap,
4
terutama yang jenis manual. Gabungan kedua system tersebut membuat semakin handal pendeteksian terjadinya bahaya kebakaran.
Salah satu komponen dalam system peringatan kebakaran adalah detector. Didasarkan sifat api dan pencetusnya, peralatan detector dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu: (1) detector panas atau heat detector. (2) detector asap atau smoke detector. (3) detector api atau flame detector. (4) detector manual atau manual call point atau panic switch. Masing-masing detector (kecuali detector manual yang disebut sebagai detector ‘bodoh’) berfungsi mendeteksi terjadinya kebakaran sesuai dengan sebutannya.
Dalam memilih detector, perlu dipertimbangkan beberapa hal penting, yaitu jenis bahan yang dapat terbakar, jumlah bahan yang disimpan, dan perkiraan kecepatan rambat api. Jumlah detector yang dipasang juga disesuaikan dengan besar ruangan yang dilindungi dan jumlah lantai. Letak detector pun akan mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam memberikan peringatan. Peletakan yang salah membuat detektor tak banyak fungsinya.
Tindakan Menghadapi Kebakaran
Jika terjadi suatu kebakaran di dalam industry, termasuk di area rumah sakit, diperlukan suatu tindakan awal yang sistematis dan cepat oleh setiap orang yang berada di lokasi kebakaran, sebagai upaya pencegahan dan penanggulangannya. Ada beberapa tindakan awal yang dilakukan ketika terjadi (muncul) suatu titik api (kebakaran), yaitu:
1. Mengikuti prosedur yang telah dibuat sebelumnya (prosedur keadaan darurat intern). Bertindak cepat dan efisien, tidak bersikap panic. Selamatkan diri melalui jalan dan atau pintu darurat yang tersedia. Untuk di rumah sakit, fungsikan jalan melandai (ramp).
2. Dengan memberikan tanda bahaya, misalnya: (a) bersuara keras (berteriak) agar orang disekitar tahu. (b) dengan menginformasikan melalui pesawat telepon, intercom, atau pesawat handy talky kepada pihak-pihak yang berwenang melakukan tindakan penanggulangan. (c) tekan sirene tanda bahaya (manual call point/panic switch)
3. Segera menutup pintu ruangan yang terbakar dan jangan membukanya lagi. Pintu yang terbuka dapat memperbesar kobaran api oleh sebab gerakan udara (oksigen).
4. Jangan pernah kembali memasuki daerah kebakaran untuk menyelamatkan barang. Hanya petugas pemadam kebakaran yang dilengkapi pakaian tahan api, yang boleh menangani.
Evakuasi Pada Bahaya Kebakaran di Rumah Sakit
Evakuasi terhadap manusia (terutama pasien) di rumah sakit, menjadi skala prioritas dalam penyelamatan terhadap bencana kebakaran. Upaya ini memerlukan metode yang rapi dan latihan yang senantiasa dilakukan, sehingga petugas rumah sakit senantiasa trampil dan terlatih dalam evakuasi ini. Pemindahan pasien atau penderita yang tidak mampu berjalan atau berlari, baik karena penyakit atau sebab luka oleh insiden pada bahaya kebakaran atau bencana jenis lainnya, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Dipapah; dengan metode seolah-olah pemapahnya sebagai tongkat penyangga pasien. Posisi tangan pasien dilingkarkan pada leher penolong.
2. Digendong; dengan mengangkat pasien yang di muka, seperti mengangkat bayi atau anak-anak.
3. Didukung; dengan mengangkat pasien dan membawanya pada posisi punggung penolong.
4. Ditarik memakai kursi tak beroda; dengan menjungkitkan kursi kea rah sandarannya dan menariknya ke belakang atau berjalan mundur.
5. Didorong memakai kursi roda; dengan mendorong kursi roda ke arah bagian muka.
6. Diangkut memakai selimut; dengan membungkus pasien dalam selimut dan menggotongnya secara bersama (dua orang atau lebih)
5
7. Ditarik memakai selimut; dengan membungkus pasien dengan selimut, lalu ditarik sepanjang lantai oleh cukup satu orang saja.
Pelaksanaan evakuasi pasien ini jangan sekali-kali memakai tempat tidur (beroda maupun tidak beroda), oleh sebab akan memacetkan jalur (lalu-lintas) evakuasi yang keadaannya akan sangat penuh dan sibuk bagi upaya penyelamatan.
Jalur evakuasi atau penyelamatan manusia dalam keadaan darurat di rumah sakit dapat dilakukan melalui beberapa media, yaitu: (1) jalan dan pintu utama, jika hal tersebut memungkinkan dilakukan. (2) pintu penyelamatan kebakaran otomatis. (3) selubung peluncur. (4) tangga darurat. (5) koridor atau selasar darurat atau jalan melandai/ramp. (6) Mobil pemadam kebakaran bertangga otomatis. (7) Helikopter.
Petunjuk Praktis Pemadaman Api
Berikut diberikan petunjuk praktis dalam pemadaman kebakaran yang dapat dilakukan dengan beberapa media/alat, dan tentunya disesuaikan dengan besarnya kobaran api, yaitu:
A. Karung Basah:
1. Ketika melihat api, ambil karung dan celupkan ke air.
2. Dengan tenang berjalan menuju jalan api
3. Rentangkan karung tersebut selebar mungkin
4. Tutupkan karung pada api yang menyala secara tepat
5. Jika api belum padam, ambil karung lain, dan lakukan prosedur yang sama dengan sebelumnya, sampai api benar-benar padam.
6. Jangan sekali-kali mengambil atau merubah posisi karung untuk menutup lidah api yang masih terlihat.
B. Alat Pemadam Api Ringan (APAR):
1. Ketika melihat api, ambil APAR dan menuju asal api dengan tenang
2. Lihat arah angin, jangan sekali-kali melawan arah tiupan angin
3. Tentukan jarak yang cukup untuk siap melakukan pemadaman
4. Lepaskan segel, arahkan selang ke titik api, dan pasang kaki kuda-kuda untuk menahan daya dorong balik
5. Tekan handel APAR dan kibas-kibaskan selang kearah titik api (jangan lidah api), secara berulang-ulang, sampai api padam
6. Jika api belum padam sedangkan isi APAR telah habis, ambil APAR yang lain atau pemadaman dengan media lain.
C. Hidran:
1. Ketika melihat api, segera koordinasi dengan personil lain, dan bunyikan alarm tanda bahaya, dan mencermati keadaan sekitar untuk kewaspadaan
2. Segera lari ke tempat hidran dan buka kuncinya, bagi tugas dengan personal yang lain untuk pengoperasian peralatan tersebut
3. Pasang nosel, panjangkan selang air, dan atur pengulurannya agar tidak terlipat, bagi personal secara tepat pada sepanjang selang yang terulur tersebut.
4. Beri aba-aba pada petugas kran hidran untuk memutar kran air secara bertahap
5. Arahkan nosel (ujung selang) yang telah dipegangi oleh minimal 3 orang, kearah titik api, sampai air keluar dari selang. Jika air telah keluar, semprotkan pada area di sekitar nyala api, sabagai upaya untuk melokalisir lingkungan yang belum terbakar, sehingga api tidak dapat merambat ke area atau benda-benda yang lain.
6. Setelah selesai melokalisir, lakukan pemadaman pada nyala api dengan tenang. Atur jarak semprot, sehingga tepat mengenai titik api sampai kemudian meliputi lidah api secara merata. Atur pula kekuatan semprot air (maksimalkan), dengan komando yang jelas pada pemutar kran hidran.
6
7. Petugas yang menggeser/mengatur gerak selang air agar aktif bertindak sesuai dengan komando yang berada pada bagian nosel (ujung selang). Perhatikan jika terjadi hambatan pada gerakan selang air.
8. Pastikan nyala api telah benar-benar hilang, jika masih ada bara api, semprotkan terus dari nosel tersebut sampai bara padam.
9. Berikan komando untuk mematikan kran hidran, sehingga air berhenti mengalir. Lepaskan nosel dan sambungan-sambungan selang, lipat selang sesuai dengan prosedur yang tepat, sesuai dengan prosedur yang tepat, sesuai keadaan sebelum digunakan.
10. Tempatkan kembali pada kotak atau penyimpanan semestinya dengan rapih dan bersih, kuncilah sesuai prosedur yang benar.
11. Bersihkan diri dan lingkungan sekitar kebakaran, identifikasi area bekas kebakaran, catat hal-hal yang perlu dilaporkan.
Penutup
Dalam penutup ini disebutkan cara-cara penyelamatan diri dari kebakaran di gedung bertingkat, dalam jenis produksi apa saja (industri barang maupun jasa), yaitu: (1) ingat selalu pintu keluar/exit. (2) ingat dimana letak alat pemadam api ringan/APAR maupun hidran (hydrant box and hydrant pillar). (3) jangan panic dalam situasi apapun (4) ikuti rute darurat jika ada. (5) jangan sekali-kali menggunakan lift untuk menyelamatkan diri (6) segera buka pintu darurat. Cara praktis ini agar dapat selalu diingat dimana dan kapan pun berada, sebab kewaspadaan yang selalu diasah akan sangat membantu dalam memecahkan persoalan dan situasi yang sulit dan mendadak, tanpa ada rasa panik. System pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran adalah persoalan yang terus ada di dunia industri.
Daftar Pustaka
Direktorat Jendrak Pelayanan Medik. 1995. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor: 28/Menkes/SK/I/1995, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Direktorat Khusus dan Rumah Sakit Swasta, Ditjen Yanmed. 1997. Sistem Upaya Kesiapsiagaan Menghadapi Musibah Kebakaran di Rumah Sakit dan Cara Evakuasi Pasien. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Ditjen Yanmed. 1998. Pedoman Kesiapsiagaan dan Kewaspadaan Rumah Sakit pada Penanggulangan Musibah Masal/Bencana. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Mardjono. 1999. Jenis dan Sumber Kebakaran Serta Upaya Pencagahan dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Proyek Penggembangan RSUP Dr. Sardjito.
RSUP Dr. Sardjito. 2000. Surat Keputusan Direktur RSUP Dr. Sardjito, Nomor:OT.01.01.5.1.7396. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pencegahan dan Penanggulangan Bencana di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta.
Zaini, M. 1998. Panduan Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran. Jakarta: Abdi Tandur.
7
8