Oleh : Deddy Ilyas
Dosen Tetap Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang
Abstrak : Surga dan Neraka adalah dua konsep yang sangat dikenal dan selalu mendapat tempat dan perhatian di kalangan umat Islam yang mengundang diskusi
hingga perdebatan. Ragam perdebatan lahir dari perbedaan
paham ditengah-tengah mereka yang
tidak dapat dielakkan seputar persoalan dua hal tersebut.
Kata kunci : Neraka, Surga, kekekalan
Pendahuluan
Surga (al-Jannah) dan Neraka (al-Nar) adalah dua konsep yang popular dan senatiasa mendapat tempat
serta perhatian di kalangan para mutakallimin khususnya dalam
diskusi mengenani konsep kiamat (al- Qiyamah). Namun demikian, kekeliruan
dan perselisihan pendapat tidak dapat
dihindari ditengah ulama, sarjana, pemikir muslim dan juga aliran mazhab dalam Islam. Sesuatu yang jelas dan pasti adalah persoalan mengenai ini hanyalah menjadi isu dan
topik yang kontroversi seiring bermunculannya tokoh-tokoh ilmu kalam, filsafat dan lain sebagainya.
Tulisan ini turut ikut serta dalam memahami
konsep tersebut melalui
beberapa pandangan tokoh dan tidak bermaksud menambah
perselisihan yang telah
lebih dulu ada.
*
Prihal Kematian
Manusia memiliki rasa takut dan gusar dalam menghadapi kematian. Kematian dan berakhirnya
kehidupan selalu ‘menyiksa’ pikiran manusia.
Pertanyaan pun kemudian menjadi buah hasil dari hal demikian, kalau seandainya kita harus berpisah
dengan kehidupan ini , mengapa kita dilahirkan..?
dengan kata lain, manusia memiliki cita-cita untuk bisa tetap abadi. Hal demikian telah mejadi karakter
khas bagi manusia. Bukankah cita-cita ini lahir dari konsep menganai
masa depan, dan cita-cita keabadian
lahir dari konsep tentang keabadian, selayaknya rasa haus adalah bukti dari adanya air.
Keberatan yang muncul dari kematian bermula dari konsepi
yang memahaminya sebagai
ketiadaan.padahal kematian bukanlah ketiadaan,
melainkan perkembangan dan perpindahan. Kematian
adalah noneksistensi, hanya saja ia bukan bersifat
mutlak. Kematian adalah noneksistensi
relatif, yakni noneksistensi dari satu tahap demi eksistensi ketahap
lain. (Murthadha 2009 : 199)
Manusia tidak akan mengalami kematian mutlak. Tetapi
hanya akan kehilangan kondisi
tertentu dan pindah ke kondisi lain. Perpindahan ini menyerupai kelahiran
bayi dari rahim ibunya. (Murthadha : 200) Analogi
seperti ini memanglah
tidak terlalu sempurna,
namun cukup dapat memberikan gambaran
yang sempurna. Ketidaksempurnaannya hanya terletak pada perbedaan antara dunia dan akhirat yang jauh mencolok
dan memang substansial ketimbang perbedaan anatara
kehidupan di dalan dan luar rahim. Dikatakan
dapat memberikan gambaran yang sempurna karena menjelaskan
adanya perbedaan beragam kondisi.
Seorang bayi, ketika
berada dalam rahim, menerima makanan
melalui ari-ari atau plasenta dan tali pusar. (www.bidanku.com) namun setelah bayi lahir ke dunia, bayi mulai
makan dengan mulut dan saluran pencernaannya. Saat di dalam rahim, kedua paru-paru bayi sudah terbentuk, tapi belum berfungsi
(www.bidanku.com). Begitu bayi keluar dari rahim,
kedua paru-paru itu langsung berfungsi.
Begitulah sistem kehidupan bayi sebelum dan sesudah
kelahiran. Sistem kehidupan pra
kelahiran berubah menjadi sistem kehidupan pasca lahir. Sebelum dilahirkan calon bayyi yang masih berupa
janin tersebut
hidup
dengan sistem tertentu, dan sesudah dilahirkan, ia hidup dengan sistem
lain yang berbeda.
Dunia ini dalam hubungannya dengan kehidupan akhirat
serupa dengan rahim yang di dalamnya
rancangan dan kesiapan sistem-sistem psikis
dan spiritual manusia disempurnakan, demi kehidupannya di alam berikutnya.
Seandainya segala perlengkapan dan sistem yang rumit milik manusia ini tidak berfungsi
untuk kembali menuju Allah, maka pengandaian ini serupa dengan kehidupan di alam rahim yang tidak berlanjut
dengan kehidupan di dunia. Dan seandainya semua janin akan binasa setelah
berakhirnya babak kehidupan di alam
rahim, sia-sialah penciptaan dan pembentukan sistem pendengaran, penglihatan, penciuman, saraf, otak dan perut besar, yang tidak sesuai dan tidak berfungsi di dalam rahim pada tubuh janin. Ujung-ujungnya, semua persiapan dan
pembentukan janin untuk menjadi bayi sehat di luar rahim itu sia-sia belaka karena tidak pernah berfungsi dan tidak
memberikan manfaat apapun
bagi si janin.
Jadi, kematian adalah akhir periode kehidupan (duniawi)
manusia sekaligus awal kehidupannya yang baru. Kematian,
dalam kaitannya dengan dunia adalah sebuah kematian,
akan tetapi dalam kaitannya dengan akhirat adalah sebuah kelahiran. Mirip dengan
kelahiran bayi dalam kaitan dengan dunia, kelahirannya adalah suatu kelahiran, tapi dalam kaitannya
dengan rahim adalah
kematian.
Prihal Kiamat
Qiyamah berasal dari bahasa Arab dari kata qa-wa-ma yang artinya;
bangkit, berdiri, tegak, teguh. Yaumul Qiyamah
berarti hari berbangkit
atau hari bangkitnya makhluk (khususnya golongan
jin dan manusia) dari kematian mereka.
Sedangkan jika dilihat
dari teks (terutama al-Qur'an) tidak kurang 20 istilah yang sepadan dengan qiyamah,
diantaranya yaumul diin, yaumul khulud,
yaumul hasyr, yaumul ‘aqim, al-haqqah
dan sa'ah. Dari istilah-istilah
tersebut, qiyamah adalah sebuah
proses panjang perjalanan mahluk taklif dari
mulai kematian / kehancuran alam, barzakh (kubur), ba'ats (bangkit), mahsyar (berkumpul), hisab (perhitungan), dan jaza (balasan). Jadi istilah
qiyamah
tidak boleh dipersepsi dengan kehancuran alam (dunia dan dan jagat raya) saja, namun kehancuran itu
merupakan salah satu bagian dari rangkaian qiyamah.
Beberapa terjemahan kata yang sepadan
dengan “qiyamah”. Seperti;
al-Qari’ah (Qs.101:1), al-Sa’ah (Qs.20:15), yaum al-din (Qs.15:35).
Seandainya kata-kata tersebut dibiarkan berdiri sendir sesuai dengan kandungan maknanya
maka ia akan menjadi istilah tersendiri yang mandiri biarpun nanti maksudnya masih tetap sama. Karena
ada beberapa istilah dalam al-Quran yang ‘dianggap’ sama tapi memiliki
pengertian yang berbeda: seperti; kata al-Syuhh pada Qs.4:128 dan kata al-Bukhl daiantaranya pada Qs.4:37 yang
sama sama meiliki pengertian kikir. Perbedaan
di antara keduanya
adalah pada kata al-syuhh
lebih intens dari pada kata al-bukhl. Menurut Ibn Manzur dalam
lisan al- Arabnya kata al-syuhh disamping memiliki pengertian kikir juga masuk didalamnya makna tamak. Berbeda
dengan kata al-bukhl
yang hanya memiliki pengertian
kikir. dalam pengertian mudahnya bahwa setiap al- syuhh adalah al-bukhl namun tidak sebaliknya.
Demikian halnya dengan kata-kata yang di’anggap’
sama lainya dalam al-Quran.
Qiyamah berasal dari gabungan huruf qa-wa-ma yang berarti
bangkit atau berdiri.
Hari qiyamah berarti
hari kebangkitan manusia
setelah kematian. Qs.23-14-15, “Kemudian,
sesudah itu, sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati # Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian
akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat”
Yaum al-ba‘ts (hari kiamat) tidak terjadi kecuali dengan proses penghancuran kosmos melalui peniupan shur (terompet). Qs. 69:13-16 : “Maka
apabila sangkakala ditiup sekali tiup # dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya
sekali bentur # Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat # Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat”
Qs.36:51 : “Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan
segera dari kuburnya (menuju) kepada
Tuhan mereka” dan Qs.78:18 : “yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup
sangkakala lalu kamu datang
berkelompok-kelompok” serta Qs.50:20-21 : “Dan ditiuplah sangkakala.
Itulah hari terlaksananya ancaman (yaum
al-wa‘id) # Dan datanglah
tiap-tiap diri, bersama
dengan dia seorang
malaikat penggiring dan seorang malaikat
penyaksi”
Meninjau sebentar mengenai kata al-shur yang diartikan dengan kata terompet atau sangsakala yang akan ditiupkan oleh malaikat Israfil. NASA, berdasarkan alat Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) merelease teori yang menyatakan bahwa alam semesta ini tak ubahnya seperti terompet. (http://map.gsfc.nasa.gov) berikut gambar yang dinyatakan sebagai terompet. Peniupan al- shur menunjukkan suatu proses.
Proses-proses inilah yang digambarkan oleh al-Quran dengan berbagai padanan istilah kiamat. Setidaknya tidak kurang dari 20 bentuk yang merupakan padanan istilah hari qiyamah,
sebagai berikut ; (1) al-yaum al-akhir. Dinamakan demikian untuk menunjukkan
tidak ada hari lagi sesudahnya. Terulang sebanyak 26 kali dalam al-Quran; (2) al-sa‘ah. Karena kedatangannya dengan cepatdan tiba-tiba; (3) yaum
al-ba‘ats. Karena setelahnya ada kehidupan kembali. Qs.30:56; (4) yaum
al-khuruj. Karena saat itu semua hamba keluar dari kuburnya ketika ditiup al-shur. Qs.50:42; (5) al-Qari‘ah. Karena
mengguncang jiwa yang mengalaminya. (baca surah 101); (6) yaum al- fashl.
Karena Allah akan memberikan keputusan tentang perkara yang senantiasa berselisih. Terulang sebanyak 6
kali yaitu Qs.37:41; 44:40; 77:13,14,38; 78:17.;
(7) yaum al-din. Karena pada hari itu Allah memberikan
balasan dan perhitungan bagi hamba-hambanya. Terulang sebanyak 13 kali : Qs.1:4;
15:35; 26:82; 37:20;
38:78; 51:12; 56:56;
70:26; 74:46; 82:15,17,18; 83:11.;
(8) al-shakhah. Karena sangat
memekakan telinga. Qs.80:33.; (9) al-thamah
al-kubra. Karena merupakan
malapetaka dalam segala
hal yang menakutkan. Qs.79:34.;
(10)
yaum al-hasr. Karena merupakan hari
penyesalan. Qs.19:39.; (11) al-ghasyiah. Adalah hari pembalasan atau siksaan dari segara arah. Qs.88:1;
29:55.; (12) yaum al-khulud. Karena
pada hari itu menuju ke tempat kekekalan, surga dan neraka.
Qs.50:34.; (13) yaum al-hisab. Merupakan waktu Allah menghisab. Diantaranya Qs.38:53.; (14) al-
waqi‘ah. Menunjukkan bahwa benar tentang adanya hari kiamat. Qs.56:1; 69:15.;
(15) yaum al-wa‘id. Untuk menunjukkan janji Allah kepada hamba-hambaNya mengenai
balasan. Qs.50:20.; (16) yaum al-azifah. Untuk menunjukkan bahwa hari tersebut
adalah menyesakkan hati. Qs.40:18.; (17) al-haqqah. Qs.69:1-3.; (18) yaum al-jam‘. Untuk menunjukkan
saat dikumpulkan untuk menghadap Allah. Qs.42:7.; (19) yaum al-talaq. Hari
bertemunya setelah dibangkitkan dari kubur dengan Allah. Qs.40:15.; (20) yaum
al-tanad. Hari dimana manusia dipanggil namanya
untuk hisab dan menerima ganjaran, juga hari dimana saling panggil-memanggil antara ahli surga dan
neraka. Qs.40:32.: (21) yaum al-taghabun. Hari dimana kesalahan
akan ditampakkan, diperlihatkan. Qs.64:9.
(22) yaum ‘aqim. Qs.22:55.
Prihal Surga
Kata al-Jannah biasa menunjuk kepada pengertian
taman atau kebun, ini berdasarkan pengertian yang terkandung dalam al-Quran sebagai berikut : Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua
buah kebun (Jannatan) di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan)(Qs. 34 : 15)1
Surga terdiri dari dua bentuk; surga dunia dan surga
akhirat. (wan Zailani, Bil 16 2002 : 36) Diantara kedua-duanya terdapat
perbedaan karena ganjaran nikmat yang
disembunyikan dari pengetahuan manusia seperti yang dijelaskan dalam al-Quran surah
32 : 17 berikut :
ﻓََﻼَْﺗـﻌﻠَُﻢ ﻧـَْﻔٌﺲﱠﻣﺎ أَُِْﺧﻔﻲ َﳍُﻢ ﱢﻣﻦ ﻗـُﱠِﺮة أَُْﻋﲔٍ ََﺟﺰاء ً ِﲟَﺎَﻛﺎﻧُﻮا ﻳـ ََْﻌﻤﻠُﻮَن
Secara
ringkas, kata al-jannah umumnya mengandungi
berbagai jenis pepohonan yang lebat berdahan
yang berjuntaian, dan secara khusus menunjuk
kepada tempat yang dipenuhi nikmat—sebagaiman yang dapat dipahami secara bahasa dalam Ibn Manzur, Lisan al-Arab—yang
tidak dijelaskan kepada
manusia sebagai ganjaran
kebaikan untuk mereka.
1. lihat juga Qs. 34 : 16; 18 : 39
Dalam al-Quran, kata al-jannah
dan ragam perubahan bentuknya terulang
sebanyak 144 kali. (Abd al-Baqi : 229-232) diantara ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut : “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga
(Jannah); mereka kekal di dalamnya.” (Qs. 2 : 82) ; “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap
Tuhannya ada dua surga (Jannatan).” (Qs. 55 : 46); “Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga (Jannat) 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka
kekal di dalamnya selama- lamanya.
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada- Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhannya” (Qs. 98 : 8).
Dikalangan umat Islam, persoalan yang berkaitan dengan
surga turut menjadi diskusi dan
perdebatan. Diantara yang didebatkan adalah :
apakah surga merupakan suatu yang nyata (haq) atau hanya majaz semata?;
apakah surga kekal selama-lamanya atau akan binasa seiring waktunya?
Wan Zailani Kamaruddin (bil.16, 2002 : 37-44) merangkum
beberpa pandangan mengenai ini. Menurut al-Razi, salah satu tokoh al- Asy’ariah, surga adalah nyata (haq).
Mengenai kekekalannya, al- Mu’tazilah , Abu al-Hudhayl berpendapat bahwa surga adalah kekal begitu
juga penghuninya. Demikian juga pada umumnya pandangan al- Asy’ariah. Namun menurut Jahm dan
al-Jahmiyyah tidak ada yang kekal selain Allah, dan surga akan binasa termasuk penghuninya.
Dalam al-Quran, kata al-jannah
dipakai untuk menunjuk tempat kediaman
orang-orang mukmin di alam akhirat. Ada beberapa kata yang turut digunakan bersama-sama dengan kata al-jannah seperti ; jannah al- ‘adn (Qs.
9 : 72); jannah al-firdaus (Qs.
18 : 107); jannah al-ma’wa
(Qs.79
: 41); jannah al-na’im (Qs. 26 : 85);
jannah al-khuld (Qs.25 :15). Selain itu ada juga perkataan yang
memiliki maksud yang sama seperti ; dar al-salam (Qs. 6 : 127); dar al-akhirah (Qs. 2 : 94); dar al-muqamah (Qs. 35 : 35).
Disebutkan dalam al-Quran
beberapa ciri yang dimiliki oleh surga.
Bahwa surga terdapat beberapa buah sungai yang disebut nama- namanya seperti ; al-salsabil (Qs.76 : 18); al-tasnim
(Qs.83 : 27); al- kafur (Qs.76 : 5). Masih dalam tulisan
Wan Zailan (Bil.16, 2002 : 42), nikmat surga
mempunyai beberapa peringkat dan berdasarkan pada
tahapan spiritual
para penghuninya. Pertama, sebagian
menikmatinya seperti lembu menikmati rumput dan nikmat jasmani tersebut
adalah seperti yang dirasai semasa di dunia. Kedua,
sebagian menikmati kesenangan karena surga adalah tempat kemuliaan
yang dipilih oleh Allah
untuk “teman-teman”-Nya. Oleh karena itu, surga adalah tempat yang memperlihatkan keridhaan
Allah yang dapat mendekatkan penghuninya kaepadaNya.
Adapun nikmat surga yang dinyatakan adalah sebagai
berikut; pertama, kebahagiaan terbesar adalah berhasilnya memperoleh
keridaan (ridwan) Allah. (Qs.9:72); kedua,
kesenangan jasmani (seksual) karena setiap mukmin dikatakan memperoleh tujuh puluh
ribu bidadari selain dari isteri
mereka. Para bidadari itu senantiasa berada dalam keadaan suci setiap kali mereka diinginkan; ketiga,
makanan dan buah-buhan yang lezat
pada setiap waktu dengan rasa yang baru berdasarkan keterangan al- Quran “Setiap
mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan” (Qs.2:25); keempat, hati yang senantiasa gembira, bahagia dan tenang;
kelima, berkumpul bersama dalam
persaudaraan, seperti : “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap- hadapan di atas dipan-dipan” (Qs.15:47); keenam, istana dan tempat tinggal dibuat dari
logam yang berharga dan dihiasi dengan permata, kebun-kebun yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya dan buah-buahan; ketujuh, berbagai bentuk kesenangan termasuk kicauan burung yang hanya diberikan orang yang memelihara diri dari musik di dunia; kedelapan, macam-macam sungai (Qs.47:15) mengalir di dalamnya.
Dikatakan bahwa khamar yang disediakan dalam surga tidak memabukkan
dan tidak memberikan dampak serta
efek apapun pada pancaindera maupun
akhlak. Semua ini diperuntukkan kepada orang yang menjauhi khamr semasa hidupnya
di dunia. Kesembilan,
pengetahuan nahwa kebahagiaan surga hanya untuk mereka selama-lamanya tanpa adanya rasa takut kepada kematian, perpindahan, kesakitan dan kebimbangan serta lainnya. kesepuluh, keredaan Allah yang
senantiasa berlipat ganda, senantiasa
ingat kepada Allah selalu. (Qs.10:9-10).
Prihal Neraka
Kata al-Nar berarti
sesuatu yang membakar, dan selalu memiliki kesan
dengan menyala (lahib) serta dapat
ditangkap oleh panca indera manusia. Sebagaimana yang tersebut dalam Qs 56:71 berikut yang artinga
;“Maka terangkanlah kepadaku tentang api
yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu)”
Kata al-Nar juga
memiliki sifat panas, seperti dapat dilansir dari Qs.2:24, yang artinya sebagai berikut ; “peliharalah dirimu dari neraka yang
bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang- orang kafir”. Kata nar terkadang berbentuk mua’annats dan terkadang mudzakkar,
dan apabila digandengkan dengan kata al (alif lam) maka menunjuk pada makna neraka secara khusus.
Dalam al-Quran, kata al-nar
ditemukan sebanyak 126 kali (Abd al-Baqi
: 893-895). Diantara ayat-ayatnya adalah : “Maka
jika kamu tidak dapat membuat(nya)
-- dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir” (Qs.2:24)
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang
kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah sendiri tidak menurunkan
keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka
ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang- orang yang zalim” (Qs.3:151)
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang
paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka” (Qs.4:145)
Sebagaimana yang dapat dipahami secara ringkas dari
tulisan Dr. Musthtafa Murad (2008
:1-6) bahwa Nabi saw melihat selama perjalanan
isra’ dan mi’raj siksa bagi para pendurhaka dan nikmat bagi orang-orang yang taat, ini berarti bahwa neraka dan surga telah ada. Neraka,
sebagaimana juga dengan surga memiliki kedua-dua sapek yakni jasmani dan rohani. Ini menunjukkan bahwa neraka menyediakan balasan penderitaan dan azab kepada jasmani dan rohani manusia.
Dengan demikian, surga adalah merupakan kediaman bagi
para mukmin di alam akhirat yang
melibatkan aspek jasmani dan rohani yang bersifat
kekal. Di dalam surga terdapat segala bentuk nikmat yang dapat dibayangkan dan yang tidak dapat dibayangkan oleh akal manusia.
Dan
demikian pula halnya neraka adalah merupakan
tempat tinggal bagi orang-orang kafir dan munafiq dan juga melibatkan
aspek jasmani dan rohani. Penghuninya terdiri dari para pelaku maksiat,
kezaliman dan seumpama dengan itu. Neraka digambarkan
sebagai tempat yang penuh dengan
kesengsaraan tanpa kesudahan dan pengurangan. Ia disimpulkan sebagai tempat yang penuh dengan keburukan
tanpa ada sedikitpun di dalamnya kebaikan.
Penutup
Apakah Neraka tidak kekal? Sebagaimana dilansir oleh www.republika.co.id mengenai
pandangan Ibn Qayyim yang disampaikan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi ketika dihadapkan dengan pertanyaan tersebut
di atas adalah sebagai berikut
:
Pertama, Allah menyebutkan tiga ayat tentang
neraka yang menunjukkan ketidakkekalannya; “mereka tinggal di dalamnya berabad- abad lamanya” (Qs.78:23) tinggalnya
mereka di dalam neraka dengan ketentuan
“berabad-abad lamanya” itu menunjukkan waktu tertentu yang dapat dihitung, sebab sesuatu yang tidak
berkesudahan tidak dikatakan demikian.
Dan para sahabat sebagai orang yang paling mengerti tentang makna-makna al-Quran memahami ayat tersebut demikian.
“Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki
(yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Qs.6:128) dan pada Qs.11:107
“mereka kekal di dalamnya
selama ada langit dan bumi, kecuali
jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap
apa yang Dia kehendaki.” Dan pada
ayat setelahnya Allah mengenai surga “Adapun orang-orang yang berbahagia,
maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. ”
Seandainya tidak ada dalil qath‘i yang menunjukkan keabadian
dan kekekalan surga, maka hukum pengecualian kedua perkara diatas adalah sama. Pada prihal neraka Allah berfirman
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang
Dia kehendaki” artinya Allah berkehendak melakukan sesuatu tanpa harus memberitahukan
kepada
kita. Dan pada ayat surga Allah berfirman “sebagai
karunia yang tiada putus-putusnya.”maka
hal ini mengindikasikan bahwa karunia dan kenikmatan di surga
adalah selamanya.
Kedua, pendapat mengenai
ketidakkekalan neraka juga diriwayatkan
para sahabat, tabiin dan imam-imam besar ; Umar R.A berkata
“seandainya ahli neraka tinggal di neraka
selama bilangan pasir, niscaya ada kesempatan bagi mereka untuk
keluar (dari neraka).” Ibn Mas‘ud
R.A berkata “sungguh akan datang pada
neraka jahannam suatu waktu yang ketika itu pintu-pintunya berkibar
(terbuka) dan tiada seorang
pun di dalamnya. Dan ini terjadi setelah mereka tinggal di situ selama berabad-abad.” Pendapat serupa
juga diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash. Abu Hurairah
berkata “adapun pendapat saya, sesungguhnya
akan datang pada Jahannam suatu hari yang pada saat itu sudah tidak ada seorang pun di dalamnya.” Dan dia membaca
dua ayat surah Hud (107-108) di atas.
Ketiga, Allah memberitahukan bahwa rahmat-Nya meliputi
segala sesuatu. Sesungguhnya rahmat Allah itu mendahului kemarahan- Nya dan Dia telah menetapkan sifat rahmat
(kasih sayang) pada diri-Nya. Maka
sudah tentu rahmat-Nya meliputi orang-orang yang disiksa itu. Dan Allah telah menamakan diri-Nya dengan al-Ghafur (Maha Pengampun), dan al-Rahim
(Maha Penyayang) dan tidak menamakan diri-Nya dengan al-Mua‘adzdzib (Penyiksa)
dan al-Mu ‘aqib (Penghukum). Bahkan
Dia menjadikan mengazab dan menhukum
sebagai perbuatan-Nya. “Kabarkanlah
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku
adalah azab yang sangat pedih.”
Keempat, Allah tidak menjadikan manusia dengan sia-sia dan tidak menjadikannya untuk disiksa. Sesungguhnya Allah menjadikan manusia untuk dirahmati. Tetapi setelah
diciptakan manusia melakukan hal-hal
yang menyebabkannya patut mendapatkan azab. Maka penjatuhan azab kepada manusia bukanlah tujuan
(penciptaan) melainkan disebabkan kebijaksanaan dan rahmat-Nya. Maka hikmah (kebijaksanaan) dan rahmat itu menolak
apabila azab itu terus-menerus, tidak berkesudahan.
Kebijaksanaan adalah bahwa Dia mengazab
sesuatu yang melanggar fitrah dan sebagainya, sekali
lagi, bukan sebagai tujuan pokok penciptaan. Dia tidak menjadikan
manusia untuk berbuat sirik dan bukan
untuk mendapatkan azab. Bahkan Allah menjadikan mereka untuk beribadah
dan rahmat. Tetapi manusia sendirilah yang kemudian melakukan
hal-hal yang menyebabkannya patut mendapatkan hukuman.
Namun demikian, faktor yang menyebabkannya mendapatkan hukuman
itu sendiri adalah tidak kekal, maka bagaimana hukumannya harus kekal..?
Kelima, Ahlus sunnah berpendapat, boleh tidak melaksanakan ancaman. Tidak melaksanakan hukuman merupakan sifat mulia.
Sikap suka memaafkan dan tidak
menjatuhkan hukuman itu dipuji oleh Allah Ta‘ala dan disanjung-Nya, karena hal itu sudah menjadi
hak yang bersangkutan. Orang yang mulia saja tidak menuntut-semua-hanknya (untuk menghukum), maka bagaimana lagi
terhadap Yang Mahamulia? waAllah a‘la wa a‘lam!
REFERENSI
Al-Quran al-Karim
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-fazi al-Quran, Maktabah Dahlan : Indonesia
Murtadha Muthahhari, 2009, Keadilan Ilahi : Asas Pandangan Dunia
Islam, cet. II, terj. Agus Efendi, Bandung
: Mizan
Mushtafa Murad, Dr., 2008, Mukjizat
Rasulullah, terj. Agus Saifuddin dan Abdi Pemi Karyanto, Jalarta : Rajagrafindo Persada
Wan Zailan Kamaruddin bin Wan Ali, 2002, Pemikiran Ali bin Abi Talib (r.a) Mengenai Konsep Syurga (al-Jannah)
dan Neraka (al-Nar) dalam Jurnal Usuluddin, Bil.III,
Akademi Pengajian Islam Universitas Malaya, Kuala Lumpur
http://bidanku.com http://map.gsfc.nasa.gov http.//www.republika.co.id